ONG39 – Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Bonnie Triyana, baru-baru ini mengusulkan agar mata pelajaran Sejarah dan Sastra dijadikan pelajaran wajib di sekolah. Menurutnya, kedua bidang ini penting untuk membangun karakter bangsa dan meningkatkan literasi generasi muda. Namun, bagaimana tanggapan publik? Apa manfaat dan tantangannya?
Mengapa Pelajaran Sejarah dan Sastra Perlu Jadi Pelajaran Wajib?
- Sejarah membentuk identitas bangsa
Memahami perjuangan kemerdekaan dan nilai-nilai kebangsaan bisa mencegah lunturnya nasionalisme di kalangan generasi muda.
- Sastra mengasah empati dan kreativitas
Karya sastra tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga mengembangkan cara berpikir kritis dan sensitivitas sosial.
- Menjawab tantangan era digital
Di tengah banjir informasi, kemampuan analisis dari sejarah dan sastra bisa membantu siswa menyaring hoaks.
Beberapa negara seperti Finlandia dan Jepang telah menerapkan pendekatan serupa, di mana ilmu humaniora dianggap sama pentingnya dengan sains.
Meski memiliki banyak manfaat, usulan ini juga menuai pro dan kontra :
- Guru dan pegiat literasi setuju bahwa sejarah & sastra bisa mengurangi low-education crisis (misalnya, siswa yang tidak paham Pancasila).
- Membuka lapangan kerja baru di bidang kebudayaan dan penelitian.
- Beban kurikulum sudah terlalu padat, terutama dengan adanya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
- Perlunya peningkatan kualitas guru sejarah & sastra di daerah terpencil.
- Risiko pembelajaran yang terlalu teoritis dan tidak aplikatif.
Bagaimana Solusi yang Bisa Ditawarkan?
- Integrasi dengan metode kreatif
Sejarah bisa diajarkan melalui film dokumenter atau kunjungan ke museum, sementara sastra bisa dipelajari lewat drama atau analisis media sosial.
- Pelatihan guru
Pemerintah perlu memastikan tenaga pengajar memiliki kapasitas memadai, khususnya di daerah 3T.
- Kolaborasi dengan komunitas
Misalnya, mengundang sastrawan atau sejarawan untuk memberikan workshop di sekolah.
Usulan Bonnie Triyana ini patut diapresiasi sebagai upaya memperkuat fondasi pendidikan humaniora di Indonesia. Namun, penerapannya memerlukan penyesuaian kurikulum dan kesiapan infrastruktur pendidikan. Jika berhasil, langkah ini bisa melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kesadaran sejarah dan empati sosial yang tinggi.